Dalam kehidupan setiap insan beriman, meraih cinta Allah adalah tujuan tertinggi, dambaan ruhani yang melebihi segala cita-cita duniawi. Cinta Allah bukan sekadar anugerah, tetapi hasil dari amal yang benar, hati yang bersih, dan niat yang lurus. Allah mencintai hamba-Nya bukan karena rupa atau statusnya, tetapi karena aktivitas dan amalannya yang sesuai dengan syariat dan penuh keikhlasan. Artikel ini akan menelusuri aktivitas-aktivitas yang dicintai Allah, berdasarkan dalil syar’i, pandangan ulama, serta penguatan dari ilmu pengetahuan kontemporer.
Allah Subḥānahu wa Taʿālā berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”
(QS. Āli ‘Imrān: 159)
Tawakal, sebagai salah satu bentuk keimanan yang mendalam, merupakan aktivitas hati yang melahirkan ketenangan dan keberanian. Tawakal bukan berarti pasif, melainkan usaha sungguh-sungguh yang dibarengi keyakinan penuh kepada takdir Allah. Menurut Syaikh Ibn ‘Ajibah, tawakal adalah “ketenangan hati terhadap janji Allah setelah menyempurnakan sebab-sebab yang diperbolehkan.”
Salah satu aktivitas yang sangat dicintai Allah adalah salat pada waktunya. Dalam sebuah hadis shahih disebutkan:
أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ الصَّلَاةُ لِوَقْتِهَا
“Amalan yang paling utama adalah salat pada waktunya.”
(HR. Muslim, No. 85)
Salat merupakan puncak ibadah dan hubungan langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Salat tepat waktu menunjukkan ketaatan, kedisiplinan, dan ketundukan total kepada Allah. Dalam studi psikologi oleh Abdollahi & Asadpour (2015), diketahui bahwa salat lima waktu secara teratur berkontribusi terhadap kestabilan emosional dan ketenangan mental, menguatkan bahwa amal ini tidak hanya bernilai ibadah tetapi juga kesehatan.
Selain salat, Allah mencintai amalan yang konsisten, sebagaimana dalam sabda Rasulullah ﷺ:
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang paling rutin walaupun sedikit.”
(HR. Bukhari, No. 6464)
Konsistensi adalah kunci keberkahan. Para ulama menyebutnya sebagai istiqāmah, sebuah karakter luhur yang menjaga kontinuitas kebaikan. Menurut Imam Nawawi, “istiqamah lebih berat dari seribu karamah.” Dalam dunia neuroscience, kebiasaan yang dilakukan terus-menerus akan membentuk neuroplasticity, menguatkan jalur syaraf otak untuk kebaikan (Davidson & Begley, 2012).
Di antara aktivitas sosial yang sangat dicintai Allah adalah berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.”
(QS. Al-Isrā’: 23)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebut bahwa berbakti kepada orang tua adalah amal utama setelah tauhid. Aktivitas seperti menemani, merawat, dan mendoakan orang tua bukan sekadar etika sosial, tetapi ibadah besar yang mendekatkan kepada ridha Allah.
Rasulullah ﷺ juga menyebutkan bahwa orang terbaik di sisi Allah adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya:
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Orang yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”
(HR. Thabrani)
Hadis ini membuka cakrawala bahwa amal sosial seperti memberi makan, menolong yang kesusahan, mengajar, atau sekadar senyum tulus, bisa menjadi aktivitas penuh cinta Ilahi. Dalam penelitian oleh Aknin et al. (2013), memberi manfaat bagi orang lain terbukti meningkatkan hormon dopamin dan serotonin, menciptakan kebahagiaan jangka panjang.
Dzikir adalah aktivitas batiniah yang sangat dicintai Allah. Allah berfirman:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Ingatlah Aku, maka Aku akan ingat kalian.”
(QS. Al-Baqarah: 152)
Dzikir membersihkan hati, menguatkan jiwa, dan menghadirkan ketenangan. Ibnul Qayyim menyebut dzikir sebagai “penyembuh hati dan penolak kesempitan.” Dalam dunia kesehatan, meditasi berbasis dzikir terbukti mampu menurunkan tekanan darah dan tingkat stres (Azemi et al., 2019).
Aktivitas lain yang dicintai Allah adalah menyambung silaturrahim, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka sambunglah silaturrahim.”
(HR. Bukhari, No. 5986)
Silaturrahim membawa keberkahan dan merupakan refleksi dari kasih sayang dan kerendahan hati. Aktivitas ini juga memperkuat struktur sosial dan menjaga keutuhan umat.
Amalan lain yang disukai Allah adalah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ: … أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: … atau ilmu yang bermanfaat.”
(HR. Muslim, No. 1631)
Mengajar, menulis, membimbing, atau memberi nasihat yang menyentuh hati adalah aktivitas yang dicintai Allah dan terus mengalirkan pahala. Menurut psikologi pendidikan, berbagi ilmu meningkatkan rasa makna hidup dan kesejahteraan psikologis (Ryan & Deci, 2001).
Satu aktivitas yang tak kalah penting adalah memperbaiki akhlak. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ أَحَبَّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.”
(HR. Tirmidzi)
Akhlak yang baik mencakup kejujuran, kesabaran, kasih sayang, dan keadilan. Ini adalah hasil dari hati yang dibentuk oleh iman dan ilmu.
Kesimpulan
- Amal terbaik adalah yang konsisten dan ikhlas, meskipun kecil.
- Salat tepat waktu adalah bentuk cinta nyata kepada Allah.
- Berbakti kepada orang tua adalah ibadah yang mulia dan utama.
- Memberi manfaat untuk sesama adalah indikator manusia terbaik.
- Dzikir dan membaca Al-Qur’an memperkuat ruhani dan mental.
- Silaturrahim dan akhlak mulia menjaga hubungan dan memperpanjang umur.
- Menyebarkan ilmu adalah investasi abadi yang dicintai Allah.
Daftar Pustaka
- Al-Bukhari. (n.d.). Shahih al-Bukhari (Hadis No. 1, 5986, 6464, 7405).
- Al-Qur’an al-Karim. (n.d.). QS. Āli ‘Imrān: 159; QS. Al-Isrā’: 23; QS. Al-Baqarah: 152.
- Aknin, L. B., et al. (2013). Prosocial spending and well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 104(4), 635–652. https://doi.org/10.1037/a0031578
- Azemi, S., et al. (2019). The Effect of Zikr Meditation on Stress Reduction. International Journal of Health Studies, 5(3), 18–21.
- Davidson, R. J., & Begley, S. (2012). The Emotional Life of Your Brain. Penguin.
- Ibn Katsir. (2003). Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm. Dar al-Taybah.
- Ibn Qayyim al-Jawziyyah. (n.d.). Al-Wābil al-Shayyib min al-Kalim aṭ-Ṭayyib.
- Muslim. (n.d.). Shahih Muslim (Hadis No. 85, 1631).
- Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2001). On Happiness and Human Potentials. Annual Review of Psychology, 52, 141–166.